Selasa, 16 Mei 2017
Tak sengaja teringat kejadian beberapa tahun yg lalu, sekitar tahun 2k15. Saat itu saya mengikuti (gak sengaj sih, ikut-ikutan aja ama yg lain) acara tahunan yg diadakan sekolah tempat saya belajar. Acara tersebut mengharuskan pesertanya untuk menginap / bermalam disana (gak lama sih, cuma sehari semalam).
***
Awalnya sih saya tidak tau kalau dia menjadi salah satu panitia penyelenggara, kebetulan dia menjadi penerima tamu (resepsionis). Saya pun berpura-pura tak melihatnya hingga akhirnya kusengaja memilih panitia lain tuk mengisi daftar hadir (maklum gerogi..hehe).
***
Acara demi acara berlalu tanpa kusadari hingga akhirnya tiba puncak acara dimana kami (peserta) diharuskan tuk bangun dipertiga malam (sesebelum shubuh) tanpa terkecuali panitia diharuskan ikut termasuk si bunga.
***
Tanpa ada niatan atau rekayasa saya duduk diposisi paling belakang tanpa disengaja. Disela-sela pembatas terlihat gadis bermukena hijau sedang bersandar di bahu temannya. Setelah kuperhatikan lebih teliti (maklum masih ngantuk) dia adalah sibunga. Tanpa dia sadari kalau wajahnya yg asri dipandang sedang kunikmati (nek jere sheila on seven, menikmati indahmu dari sisi gelapku).
***
>>> bersambung
Rabu, 03 Mei 2017
Antara tuntunan dan tontonan
Antara tuntunan dan tontonan
Dewasa ini terasa janggal melihat pola pikir anak- anak jaman
sekarang, dimana mereka lebih memprioritaskan tontonan yang tidak banyak
memberikan manfaat ketimbang tuntunan yang bisa menambah khazanah keilmuannya.
Antusias mereka membara-bara ketika akan mengikuti sebuah tontonan
bahkan jauah-jauh hari mereka sudah mempersiapkan dengan matang walaupun
infonya mendadak mereka tetep berjuang supaya bisa menjadi bagian dari acara
tersebut. Sayangnya berbanding terbalik ketika ada acara yang benar-benar
memberikan tuntutan sehingga akan menambah khazanah keilmuannya. Mereka dengan
berbagai alasan tidak bisa menghadiri acara tersebut. Kalaupun ada yang berangkat
mereka datang terlambat bahkan disengaja.
Rabu, 12 April 2017
KISAH YANG TAK (PERNAH) SEMPURNA
KISAH YANG TAK (PERNAH) SEMPURNA
Kisah
ini bermula ketika sya masih dibangku semester awal, tepatnya dikampus
peradaban yang terletak diantara kota bumiayu dan ajibarang. Dimana kampus itu
merupakan masih muda umurnya, karena baru diresmikan atau dilegalkan diakhir
bulan desember tahun 2016 yang mana sebelumnya masih perguruan tinggi, dimana
hanya tersedia fakultas keguruan (FKIP) dan fakultas ekonomi (FEB) yang
kemudian bertranformasi menjadi universitas sehingga yang dulunya keduanya
dterpisah menjadi satu. Hehehe demikian sekedar memperkenalkan kampusku.
Eliza ulvasari namanya atau sering
dipanggil eliza, anak dari desa cirumnyang,bumiayu. Anaknya cantik dan bagus
dibidang akademis lebih tepatnya dibidang ilmu hitung terlihat dia mengambil
jurusan pendididkan matematika (PMAT), Saya sendiri mengambil pendidikan bahasa
inggris (PBI). walaaupun kami berbeda
jurusan itu tidak membuat saya dan dia terpisah
karena ada beberapa matakuliah (MK) yang mengharuskan kami berada
didalam satu kelas sehingga intensitas pertemuanku dengannya masih ada walaupun
tidak setiap hari. Salah satu matakuliah yang mengharuskan kami dalam satu kelas
adalah psikoklogi pendididkan yang pada waktu itu diajar oleh pak irham. Pada
saat itu beliau (pak irham) mengajarkan kami materi tentang long term memory dan short term
memory atau ingatan jangka panjang dan pendek. Kemudian pak irham sebelum
memberikan langsung materinya dengan metode ceramahnya, seperti biasa beliau
mengajak kami kami berinteraksi untuk memancing anak- anak supaya aktif.
Kebetulan pada waktu itu dia (eliza) ditunjuk pak irham untuk menyebutkan nomor
teleponnya yang kemudian ditulis oleh beliau dipapan tulis, disela-sela beliau
menuliskannya dipapan tulis secara diam –diam saya mencatat juga dibuku. Tujuan pak irham adalah ingin mengetahui
seberapa kuat hafalan ataua bagaiamana metode menghafal kami, kemudia beliau
meambagi nomor tersebut kadang menjadi tiga bagian atau lebih banyak, tindakannya
adlalah untuk langsung mempraktekkan materi yang akan beliau sampaikan.
Mungkin dari sekian banyak mahasiswa
hanya saya yang mencatat nomornya, padahal saya belum kenal dia karena hari itu
adalah awal kami kuliah setelah sebelumnnya melakukan kegiatan perkenelan
kampus atau lebih dikenal dengan masa prabakti mahasiawa (mapram). Kemudian
malamnya saya langsung menyapa dia lewat sms...
(bersambung)
Selasa, 03 Januari 2017
Pendidikan
Pendidikan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


|
|
||||||
Daftar isi
Filosofi pendidikan
Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran.Bagi sebagian orang, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal. Seperti kata Mark Twain, "Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya."[butuh rujukan]
Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam, sering kali lebih mendalam dari yang disadari mereka, walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidak resmi.
Fungsi pendidikan
Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi yang nyata (manifes) berikut:- Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.
- Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi kepentingan masyarakat.
- Melestarikan kebudayaan.
- Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi.
- Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui pendidikan, sekolah orang tua melimpahkan tugas dan wewenangnya dalam mendidik anak kepada sekolah.
- Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah memiliki potensi untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal ini tercermin dengan adanya perbedaan pandangan antara sekolah dan masyarakat tentang sesuatu hal, misalnya pendidikan seks dan sikap terbuka.
- Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima perbedaan prestise, privilese, dan status yang ada dalam masyarakat. Sekolah juga diharapkan menjadi saluran mobilitas siswa ke status sosial yang lebih tinggi atau paling tidak sesuai dengan status orang tuanya.
- Memperpanjang masa remaja. Pendidikan sekolah dapat pula memperlambat masa dewasa seseorang karena siswa masih tergantung secara ekonomi pada orang tuanya.
- Transmisi (pemindahan) kebudayaan.
- Memilih dan mengajarkan peranan sosial.
- Menjamin integrasi sosial.
- Sekolah mengajarkan corak kepribadian.
- Sumber inovasi sosial.
Ekonomi
Telah dikemukakan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi sangat penting bagi negara-negara untuk dapat mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.[3] Analisis empiris cenderung mendukung prediksi teoritis bahwa negara-negara miskin harus tumbuh lebih cepat dari negara-negara kaya karena mereka dapat mengadopsi teknologi yang sudah dicoba dan diuji oleh negara-negara kaya. Namun, transfer teknologi memerlukan manajer berpengetahuan dan insinyur yang mampu mengoperasikan mesin-mesin baru atau praktik produksi yang dipinjam dari pemimpin dalam rangka untuk menutup kesenjangan melalui peniruan. Oleh karena itu, kemampuan suatu negara untuk belajar dari pemimpin adalah fungsi dari efek "human capital". Studi terbaru dari faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi agregat telah menekankan pentingnya lembaga ekonomi fundamental[4] dan peran keterampilan kognitif.[5]Pada tingkat individu, ada banyak literatur, umumnya terkait dengan karya Jacob Mincer,[6] tentang bagaimana laba berkaitan dengan pendidikan dan modal manusia lainnya. Karya ini telah memotivasi sejumlah besar studi, tetapi juga kontroversial. Kontroversi utama berkisar bagaimana menafsirkan dampak sekolah.[7][8] Beberapa siswa yang telah menunjukkan potensi yang tinggi untuk belajar, dengan menguji dengan intelligence quotient yang tinggi, mungkin tidak mencapai potensi penuh akademis mereka, karena kesulitan keuangan.[reason-actually some students at the low end get better treatment than those in the middle with grants, etc. needs RS]
Ekonom Samuel Bowles dan Herbert Gintis berpendapat pada tahun 1976 bahwa ada konflik mendasar dalam pendidikan Amerika antara tujuan egaliter partisipasi demokratis dan ketidaksetaraan tersirat oleh profitabilitas terus dari produksi kapitalis di sisi lain.[9]
Referensi
- ^ Dewey, John (1916/1944). Democracy and Education. The Free Press. pp. 1–4. ISBN 0-684-83631-9.
- ^ ICESCR, Article 13.1
- ^ Eric A. Hanushek (2005). Economic outcomes and school quality. International Institute for Educational Planning. ISBN 978-92-803-1279-9. Diakses tanggal 21 October 2011.
- ^ Daron Acemoglu, Simon Johnson, and James A. Robinson (2001). "The Colonial Origins of Comparative Development: An Empirical Investigation". American Economic Review 91 (5): 1369–1401. doi:10.2139/ssrn.244582. JSTOR 2677930.
- ^ Eric A. Hanushek and Ludger Woessmann (2008). "The role of cognitive skills in economic development" (PDF). Journal of Economic Literature 46 (3): 607–608. doi:10.1257/jel.46.3.607.
- ^ Jacob Mincer (1970). "The distribution of labor incomes: a survey with special reference to the human capital approach". Journal of Economic Literature 8 (1): 1–26. JSTOR 2720384.
- ^ David Card, "Causal effect of education on earnings," in Handbook of labor economics, Orley Ashenfelter and David Card (Eds). Amsterdam: North-Holland, 1999: pp. 1801–1863
- ^ James J. Heckman, Lance J. Lochner, and Petra E. Todd., "Earnings functions, rates of return and treatment effects: The Mincer equation and beyond," in Handbook of the Economics of Education, Eric A. Hanushek and Finis Welch (Eds). Amsterdam: North Holland, 2006: pp. 307–458.
- ^ Samuel Bowles; Herbert Gintis (18 October 2011). Schooling In Capitalist America: Educational Reform and the Contradictions of Economic Life. Haymarket Books. ISBN 978-1-60846-131-8. Diakses tanggal 21 October 2011.
Langganan:
Komentar (Atom)